BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sangat penting untuk dilaksanakan, karena menyangkut suatu kebutuhan seseorang untuk dapat melakukan sosialisasi, mendapatkan pengalaman, dan ilmu pengetahuan. Jadi pendidikan digunakan sebagai sarana agar peserta yang mengikuti kegiatan didalamnya memperoleh sesuatu yang bermanfaat. Masih banyak kita temukan anak-anak yang putus sekolah dikarenakan keterbatasan biaya. Mereka ingin mengenyam pendidikan yang lebih layak. Akan Tetapi yang mereka pikirkan pada saat ini adalah kebutuhan pangan yang harus tercukupi, sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk bersekolah. Bukankah bantuan pemerintah telah diterjunkan untuk mengurangi beban tersebut, namun hal itu tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat, karena bantuan dana BOS yang disalurkan oleh pemerintah, belum bisa menutup dana yang dikelurkan oleh orang tua guna membeli perlengkapan sekolah, transportasi, uang saku, Seragam, dan lain sebagainya. Biaya pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat yang berekonomi rendah menunda atau tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Sebelumnya juga kita mengetahui bahwa anak-anak dari keluarga yang berekonomi rendah tidak kalah pintarnya dengan anak-anak dari keluarga yang berekonomi cukup atau lebih. Manusia diciptakan oleh Tuhan beserta dengan potensi yang dibawanya. Jadi kita harus mensyukuri apa yang diberikan Tuhan kepada kita.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Standar Pembiayaan Tercantum pada PP No. 19 tahun 2005?
2. Sebutkan pembagian dua jalur pendidikan? Jelaskan!
3. Kritikan apa saja yang menyangkut pembagian dua jalur pendidikan tersebut?
4. Apa pengaruh dari masyarakat untuk melaksanakan wajib belajar 9 tahun?
5. Adakah Kontroversi tentang Dana Kompensasi BBM Untuk Pendidikan?
6. Apa manfaat dari Penyaluran beasiswa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan mengenai Standar Pembiayaan
Standar Pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Untuk mendapatkan suatu pendidikan diperlukan suatu biaya pendidikan agar mendapatkan pendidikan yang lebih layak. Macam-macam biaya pendidikan diatur dalam Bab IX Standar Pembiayaan yang diantaranya ada biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Jadi Standar Pembiayaan sangat penting, karena dengan adanya biaya yang dikeluarkan dapat mencukupi segala fasilitas yang akan diadakan. Sehingga pemerintah megeluarkan kebijakan untuk pembagian dua jalur pendidikan untuk pendaftaran sekolah.
B. Pembagian Dua Jalur Pendidikan Berdasar Kemampuan Dana.
Keterbatasan anggaran pendidikan menggiring pemerintah menempuh kebijakan membagi dua jalur pendidikan. Kebijakan ini dikeluarkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) no 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Secara formal PP tentang standar nasional pendidikan ini membedakan pendidikan menjadi dua jalur yaitu sekolah formal mandiri dan sekolah formal standar.
Sekolah formal mandiri merupakan jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang mampu baik secara akademik maupun finansial, dan memandang pendidikan sebagai investasi untuk masa depan. Sementara sekolah formal standar adalah jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang kurang mampu baik secara akademik maupun finansial, sekaligus sebagai jaring pengaman bagi mereka yang gagal atau belum berhasil bersaing di jalur formal mandiri.
Sekolah formal mandiri memiliki tema utama ”mutu dan keunggulan kompetitif pada tingkat nasional dan global”. Pendidikan pada jalur ini diselenggarakan secara mandiri tanpa menutup kemungkinan bantuan dari pemerintah/ pemerintah daerah. Desain pendidikan dirancang terutama bagi mereka yang mampu bersaing untuk memperoleh pendidikan bermutu dan bersedia membayar biayanya.
Sementara sekolah formal standar mengusung tema utama ”pemerataan pendidikan dan keadilan akses terhadap pelayanan pendidikan bermutu yang sesuai dengan standar nasional pendidikan”. Untuk menjamin pemerataan pendidikan dan keadilan akses, bantuan atau bimbingan dari pemerintah , maupun pemerintah daerah masih besar peranannya. Pada tingkat pendidikan Wajib Belajar 9 tahun, pendanaan biaya operasi satuan pendidikan dijamin oleh pemerintah daerah, tanpa menutup kemungkinan bantuan dari masyarakat. Pendidikan pada jalur ini dirancang terutama bagi mereka yang bersekolah dengan harapan untuk mempermudah mencari pekerjaan.
Depdiknas memberikan penjelasan resmi berkaitan dengan pembagian dua jalur pendidikan dalam PP no 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan ini. Menurut Depdiknas, pengklasifikasian sekolah ke dalam kategori standar dan mandiri lebih diarahkan untuk kepentingan pemetaan. Langkah ini sekaligus sebagai upaya untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan penentuan prioritas pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan guna mencapai kualitas pendidikan sesuai standar nasional menjadi mandiri.
Nampaknya pemerintah melihat bahwa pembagian dua jalur pendidikan ini adalah alasan yang rasional ditengah keterbatasan anggaran pendidikan. Keterbatasan anggaran membuat pemerintah berpikir untuk memfokuskan penyaluran dana bagi jalur pendidikan formal standar. Sementara jalur pendidikan formal mandiri pendanaannya diserahkan lebih banyak kepada masyarakat, terutama apabila masyarakat ingin mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
C. Kritikan Tentang Pembagian Dua Jalur Pendidikan
Ada dua hal yang patut dikritisi dari kebijakan pembagian dua jalur pendidikan ini. Kritik yang pertama berkaitan dengan substansi kebijakan itu sendiri. Kritik yang kedua berkaitan dengan proses dilahirkannya kebijakan.
1. Substansi kebijakan dua jalur pendidikan cenderung diskriminatif. Ketika anak didik kaya dan miskin dipisahkan yang terjadi justru akan menimbulkan kesenjangan sosial. Anak dari keluarga berada tak akan mampu belajar berempati terhadap temannya yang miskin, demikian sebaliknya. Pembagian jalur ini juga akan memberi label sosial bahwa siswa miskin memiliki kebutuhan pendidikan yang berbeda dari siswa yang mampu secara ekonomi. Diskriminasi ini justru menyalahi hakekat pendidikan yang mengajarkan keadilan dan humanisme. Alasan yang nampaknya rasional dari segi hitung-hitungan ekonomi ini menjadi tidak sederhana karena dampak sosialnya sangat besar.
Pembedaan label sekolah formal mandiri dan sekolah formal standar juga berpotensi menebar stigmatisasi sekolah kaya dan sekolah miskin di masyarakat dan dunia kerja. Sekolah formal standar akan mengesankan sebagai sekolah anak miskin sehingga pelayanan akademiknya pun sangat minimal. Sebaliknya sekolah formal mandiri memunculkan kesan sekolah anak orang kaya sehingga pelayanan akademiknya pun jadi maksimal.
Sekolah negeri jika sudah dikategorisasikan oleh pemerintah menjadi sekolah formal mandiri, dengan sendirinya tidak lagi menerima subsidi dari pemerintah. Konsekuensinya sekolah bersangkutan akan menarik dana sebesar-besarnya dari masyarakat. Bila demikian yang terjadi, sekolah negeri akan berposisi sebagai sekolah swasta. Akhirnya yang terjadi adalah penyimpangan logika, dimana sekolah negeri yang befungsi sebagai layanan publik berubah menjadi sektor privat. Hal ini memiliki implikasi lebih serius yaitu pengurangan tanggung jawab negara terhadap pembiayaan pendidikan. Pemerintah, dalam hal ini justru melimpahkan beban biaya pendidikan kepada masyarakat.
2. Proses kelahiran kebijakan tidak demokratis.
Masyarakat sangatlah tidak setuju tentang pembagian dua jalur pendidikan, yang dalam melaksanakannya pemerintah justru cenderung merahasiakan kebijakan publik yang akan diambilnya. Tiba-tiba saja kebijakan pembagian dua jalur pendidikan yang bersangkutan dengan nasib seluruh rakyat Indonesia telah diambil tanpa mempedulikan komentar publik. Dalam hal ini masyarakat tidak diberi andil untuk memastikan bahwa pembagian dua jalur pendidikan ini dijalankan secara positif atau ada unsur suap bagi masyarakat yang berekonomi lebih.
D. Wajib Belajar Sembilan Tahun Maksimalisasi Peran Serta Masyarakat.
Salah satu target khusus yang disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia. Target ini dicapai dengan dua indikator yaitu 1) meningkatnya prosentase pendudukan yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan 2) meningkatnya secara signifikan partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan menengah.
Komitmen pemerintah untuk meningkatkan prosentase penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun ini dilakukan dengan menyiapkan draft Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Wajib Belajar Sembilan Tahun. Pasal 13 (1) RPP Wajib Belajar menyatakan: Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menjamin pendanaan penyelenggaraan wajib belajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Namun demikian, komitmen ini tidak sepenuhnya ditanggung sendiri oleh pemerintah. Pemerintah ingin melimpahkan tanggung jawab pendidikan wajib sembilan tahun ini ke pundak masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam ayat-ayat RPP selanjutnya. Ayat (4) berbunyi: Pemerintah dan pemerintah daerah membantu pembiayaan penyelenggaraan program wajib belajar yang diselenggarakan masyarakat. Kata ”membantu” dalam ayat (4) mencerminkan melemahnya tanggung jawab pemerintah. Kata membantu dengan sendirinya tak lagi memosisikan pemerintah sebagai pemeran utama dalam pembiayaan wajib belajar.
Melemahnya komitmen pemerintah ini semakin tampak dalam ayat (7): Pendanaan wajib belajar dapat beasal dari masyarakat atau sumbangan lain yang tidak mengikat. Jelas ayat ini dinilai menggiring masyarakat untuk mengambil alih tanggung jawab pemerintah dalam membiayai wajib belajar.
UU Sisdiknas no 20/ 2003 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Megawati, pada pasal 46(1), menyatakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Dengan rumusan UU ini artinya pemerintah telah membalikkan logika awal yang dibangun oleh UUD bahwa pemerintah adalah pihak utama yang bertanggungjawab memberikan pendidikan berkualitas. UU Sisdiknas telah membuat logika baru bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab negara namun juga masyarakat. Lebih jauh logika ini menjadi pemerintah bertanggung jawab separuh, masyarakat bertanggung jawab separuh.
Sampai saat ini arti ”masyarakat bertanggung jawab separuh ” adalah ditanggung oleh orangtua siswa. Akibatnya sekolah memungut berbagai iuran dan sumbangan kepada orangtua siswa. Pendidikan menjadi mahal dan hanya menyentuh kelompok masyarakat menengah ke atas.
Anak-anak dari kelompok masyarakat miskin tak mampu membiayai sekolah. Atau mengalami problem psikologis dan sosiologis karena tuntutan biaya sekolah. Bunuh diri anak sekolah bukanlah menjadi perkara langka lagi.
Hal ini dapat diidentifikasikan sebuah gambaran betapa mengenaskan situasi pendidikan di Indonesia. Beban biaya yang ditanggung orang tua miskin dalam menyekolahkan anaknya sangat berat. Sang anak akhirnya mengalami persoalan psikologis dalam kaitan hubungan sosialnya di sekolah. Untuk itu cara yang dipakai pemerintah saat ini, membebankan pembiayaan pendidikan kepada orang tua siswa, tidaklah tepat.
E. Kontroversi Dana Kompensasi BBM Untuk Pendidikan
BBM harus dicabut karena lebih banyak dinikmati oleh orang kaya. Akan lebih baik apabila subsidi ini dikurangi dan uang subsidi dikompensasikan bagi kepentingan rakyat miskin, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk membuktikan konsistensi logika ini akhirnya pemerintah mengusulkan program penyaluran dana kompensasi BBM untuk pendidikan.
Dengan dana kompensasi BBM sebagaimana disebut sebelumnya, pemerintah hanya mampu menanggung sebagian kecil kebutuhan siswa saja. Pasalnya sekolah penerima biaya operasional hanya mampu menggratiskan antara lain formulir pendaftaran, buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan, biaya pemeliharaan, ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan ulangan umum harian. Ini hanyalah kebutuhan pokok siswa. Hal ini dijadikan suatu koreksi bagi pemerintah bahwa pengalihan kompensasi dana BBM belum tentu menjamin kesejahteraan bagi kalangan ekonomi bawah untuk mengenyam pendidikan. Karena harus ada kebutuhan pendidikan lain untuk dapat terpenuhi. Dengan mendirikan sekolah gratis, belum tentu untuk mencukupi suatu kebutuhan para siswa untuk mendapatkan fasilitas dan pendidikan yang layak. Akan lebih tepat untuk menyalurkan beasiswa pendidikan bagi siswa yang kurang mampu untuk membayar biaya pendidikan. Hal tersebut akan lebih efektif untuk dilakukan.
F. Manfaat Penyaluran Beasiswa bagi Masyarakat
Beasiswa digunakan untuk memotivasi peserta didik agar berprestasi. Jadi dengan adanya beasiswa baik siswa dari keluarga kaya maupun miskin dapat bersaing untuk mendapatkan prestasi yang baik. Hal tersebut tidak akan menimbulkan suatu kesenjangan untuk membedakan siswa dari latar belakang kaya maupun miskin. Dibandingkan dengan rencana pemerintah yang akan mendirikan sekolah gratis yang justru akan memojokkan siswa dari keluarga yang berekonomi rendah. Hal ini juga dapat memotivasi bahwa siswa dari keluarga yang berekonomi rendah dapat memperoleh pendidikan yang layak, seperti halnya siswa yang lain. Hal tersebut dapat memberikan peluang bagi siswa untuk meraih prestasi baik dengan tidak memandang ekonomi seseorang. Salah satu contoh beasiswa yang ada adalah beasiswa BKM, beasiswa prestasi, BOS, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa pokok permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa penanganan pedidikan di Indonesia belum dilakukan pemerintah secara maksimal, terutama tentang standar pembiayaan. Pada saat ini biaya pendidikan masih sangat tinggi, sehingga banyak anak-anak sekolah yang tidak melanjutkan sekolahnya. Terutama bagi keluarga yang berekonomi rendah. Meskipun telah banyak bantuan yang disalurkan pemerintah seperti beasiswa, dana bantuan (BOS), Pengurangan subsidi BBM untuk pendidikan, dan lain-lain. Namun belum menutup kemungkinan bahwa biaya pendidikan akan terjangkau.
Untuk memudahkan dalam melanjutkan suatu pendidikan, pemerintah membuka dua jalur pendidikan untuk mengurangi keterbatasan anggaran pendidikan. Sekolah formal mandiri merupakan jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang mampu baik secara akademik maupun finansial, dan memandang pendidikan sebagai investasi untuk masa depan. Sementara sekolah formal standar adalah jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang kurang mampu baik secara akademik maupun finansial, sekaligus sebagai jaring pengaman bagi mereka yang gagal atau belum berhasil bersaing di jalur formal mandiri.
B. Saran
1. Tingkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia agar lebih dikenal dunia.
2. Sebaiknya biaya pendidikan perlu diturunkan, agar masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah, dapat menikmati pendidikan.
3. Apabila ada kesalahan dalam makalah ini, maka saya memohon kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Awaludin, Hamid.2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Sinar Grafika.
Fadjar, A. Malik. 2003.UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. Jakarta : Sinar Grafika.
Prasetya, Teguh Iman. 2008. Institusi Pendidikan dan Pembangunan. http://www.google.com ( 10 Januari 2009 )
Ujiyati, Tatak Prapti. 2005. Reformasi Pendidikan Dasar di Indonesia. http://www.google.com ( 11 Januari 2009 )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar