RSS
Jangan takut untuk belajar sesuatu. Ilmu pengetahuan adalah harta karun yang selalu dapat kita bawa kemanapun tanpa membebani.

Bikin deg-DeG an Aza!!


Diberitahuhkan kepada tjah-tjah TP.... Nilai semesterannya dach keluar loch!!!! Cepetan Buka Situs http://akademik.unnes.ac.id/........ atau xmx aza cara n ketik: UNNES(spasi)KHS(spasi) NIM......Abiz 2 kirim dech ke 7890.........bagi teman2 yang maseh ada nilai yang lom keluar!!! diberi batas untuk berkonsultasi kepada dosen matakuliah yang bersangkutan sampai dengan tanggal 23 Februari 2009........ Don't forget ea!!

Sistem Pendidikan Nasional


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sangat penting untuk dilaksanakan, karena menyangkut suatu kebutuhan seseorang untuk dapat melakukan sosialisasi, mendapatkan pengalaman, dan ilmu pengetahuan. Jadi pendidikan digunakan sebagai sarana agar peserta yang mengikuti kegiatan didalamnya memperoleh sesuatu yang bermanfaat. Masih banyak kita temukan anak-anak yang putus sekolah dikarenakan keterbatasan biaya. Mereka ingin mengenyam pendidikan yang lebih layak. Akan Tetapi yang mereka pikirkan pada saat ini adalah kebutuhan pangan yang harus tercukupi, sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk bersekolah. Bukankah bantuan pemerintah telah diterjunkan untuk mengurangi beban tersebut, namun hal itu tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat, karena bantuan dana BOS yang disalurkan oleh pemerintah, belum bisa menutup dana yang dikelurkan oleh orang tua guna membeli perlengkapan sekolah, transportasi, uang saku, Seragam, dan lain sebagainya. Biaya pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat yang berekonomi rendah menunda atau tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Sebelumnya juga kita mengetahui bahwa anak-anak dari keluarga yang berekonomi rendah tidak kalah pintarnya dengan anak-anak dari keluarga yang berekonomi cukup atau lebih. Manusia diciptakan oleh Tuhan beserta dengan potensi yang dibawanya. Jadi kita harus mensyukuri apa yang diberikan Tuhan kepada kita.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Standar Pembiayaan Tercantum pada PP No. 19 tahun 2005?
2. Sebutkan pembagian dua jalur pendidikan? Jelaskan!
3. Kritikan apa saja yang menyangkut pembagian dua jalur pendidikan tersebut?
4. Apa pengaruh dari masyarakat untuk melaksanakan wajib belajar 9 tahun?
5. Adakah Kontroversi tentang Dana Kompensasi BBM Untuk Pendidikan?
6. Apa manfaat dari Penyaluran beasiswa?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan mengenai Standar Pembiayaan

Standar Pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Untuk mendapatkan suatu pendidikan diperlukan suatu biaya pendidikan agar mendapatkan pendidikan yang lebih layak. Macam-macam biaya pendidikan diatur dalam Bab IX Standar Pembiayaan yang diantaranya ada biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Jadi Standar Pembiayaan sangat penting, karena dengan adanya biaya yang dikeluarkan dapat mencukupi segala fasilitas yang akan diadakan. Sehingga pemerintah megeluarkan kebijakan untuk pembagian dua jalur pendidikan untuk pendaftaran sekolah.

B. Pembagian Dua Jalur Pendidikan Berdasar Kemampuan Dana.
Keterbatasan anggaran pendidikan menggiring pemerintah menempuh kebijakan membagi dua jalur pendidikan. Kebijakan ini dikeluarkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) no 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Secara formal PP tentang standar nasional pendidikan ini membedakan pendidikan menjadi dua jalur yaitu sekolah formal mandiri dan sekolah formal standar.

Sekolah formal mandiri merupakan jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang mampu baik secara akademik maupun finansial, dan memandang pendidikan sebagai investasi untuk masa depan. Sementara sekolah formal standar adalah jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang kurang mampu baik secara akademik maupun finansial, sekaligus sebagai jaring pengaman bagi mereka yang gagal atau belum berhasil bersaing di jalur formal mandiri.
Sekolah formal mandiri memiliki tema utama ”mutu dan keunggulan kompetitif pada tingkat nasional dan global”. Pendidikan pada jalur ini diselenggarakan secara mandiri tanpa menutup kemungkinan bantuan dari pemerintah/ pemerintah daerah. Desain pendidikan dirancang terutama bagi mereka yang mampu bersaing untuk memperoleh pendidikan bermutu dan bersedia membayar biayanya.

Sementara sekolah formal standar mengusung tema utama ”pemerataan pendidikan dan keadilan akses terhadap pelayanan pendidikan bermutu yang sesuai dengan standar nasional pendidikan”. Untuk menjamin pemerataan pendidikan dan keadilan akses, bantuan atau bimbingan dari pemerintah , maupun pemerintah daerah masih besar peranannya. Pada tingkat pendidikan Wajib Belajar 9 tahun, pendanaan biaya operasi satuan pendidikan dijamin oleh pemerintah daerah, tanpa menutup kemungkinan bantuan dari masyarakat. Pendidikan pada jalur ini dirancang terutama bagi mereka yang bersekolah dengan harapan untuk mempermudah mencari pekerjaan.
Depdiknas memberikan penjelasan resmi berkaitan dengan pembagian dua jalur pendidikan dalam PP no 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan ini. Menurut Depdiknas, pengklasifikasian sekolah ke dalam kategori standar dan mandiri lebih diarahkan untuk kepentingan pemetaan. Langkah ini sekaligus sebagai upaya untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan penentuan prioritas pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan guna mencapai kualitas pendidikan sesuai standar nasional menjadi mandiri.
Nampaknya pemerintah melihat bahwa pembagian dua jalur pendidikan ini adalah alasan yang rasional ditengah keterbatasan anggaran pendidikan. Keterbatasan anggaran membuat pemerintah berpikir untuk memfokuskan penyaluran dana bagi jalur pendidikan formal standar. Sementara jalur pendidikan formal mandiri pendanaannya diserahkan lebih banyak kepada masyarakat, terutama apabila masyarakat ingin mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
C. Kritikan Tentang Pembagian Dua Jalur Pendidikan
Ada dua hal yang patut dikritisi dari kebijakan pembagian dua jalur pendidikan ini. Kritik yang pertama berkaitan dengan substansi kebijakan itu sendiri. Kritik yang kedua berkaitan dengan proses dilahirkannya kebijakan.
1. Substansi kebijakan dua jalur pendidikan cenderung diskriminatif. Ketika anak didik kaya dan miskin dipisahkan yang terjadi justru akan menimbulkan kesenjangan sosial. Anak dari keluarga berada tak akan mampu belajar berempati terhadap temannya yang miskin, demikian sebaliknya. Pembagian jalur ini juga akan memberi label sosial bahwa siswa miskin memiliki kebutuhan pendidikan yang berbeda dari siswa yang mampu secara ekonomi. Diskriminasi ini justru menyalahi hakekat pendidikan yang mengajarkan keadilan dan humanisme. Alasan yang nampaknya rasional dari segi hitung-hitungan ekonomi ini menjadi tidak sederhana karena dampak sosialnya sangat besar.
Pembedaan label sekolah formal mandiri dan sekolah formal standar juga berpotensi menebar stigmatisasi sekolah kaya dan sekolah miskin di masyarakat dan dunia kerja. Sekolah formal standar akan mengesankan sebagai sekolah anak miskin sehingga pelayanan akademiknya pun sangat minimal. Sebaliknya sekolah formal mandiri memunculkan kesan sekolah anak orang kaya sehingga pelayanan akademiknya pun jadi maksimal.
Sekolah negeri jika sudah dikategorisasikan oleh pemerintah menjadi sekolah formal mandiri, dengan sendirinya tidak lagi menerima subsidi dari pemerintah. Konsekuensinya sekolah bersangkutan akan menarik dana sebesar-besarnya dari masyarakat. Bila demikian yang terjadi, sekolah negeri akan berposisi sebagai sekolah swasta. Akhirnya yang terjadi adalah penyimpangan logika, dimana sekolah negeri yang befungsi sebagai layanan publik berubah menjadi sektor privat. Hal ini memiliki implikasi lebih serius yaitu pengurangan tanggung jawab negara terhadap pembiayaan pendidikan. Pemerintah, dalam hal ini justru melimpahkan beban biaya pendidikan kepada masyarakat.

2. Proses kelahiran kebijakan tidak demokratis.
Masyarakat sangatlah tidak setuju tentang pembagian dua jalur pendidikan, yang dalam melaksanakannya pemerintah justru cenderung merahasiakan kebijakan publik yang akan diambilnya. Tiba-tiba saja kebijakan pembagian dua jalur pendidikan yang bersangkutan dengan nasib seluruh rakyat Indonesia telah diambil tanpa mempedulikan komentar publik. Dalam hal ini masyarakat tidak diberi andil untuk memastikan bahwa pembagian dua jalur pendidikan ini dijalankan secara positif atau ada unsur suap bagi masyarakat yang berekonomi lebih.

D. Wajib Belajar Sembilan Tahun Maksimalisasi Peran Serta Masyarakat.
Salah satu target khusus yang disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia. Target ini dicapai dengan dua indikator yaitu 1) meningkatnya prosentase pendudukan yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan 2) meningkatnya secara signifikan partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan menengah.

Komitmen pemerintah untuk meningkatkan prosentase penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun ini dilakukan dengan menyiapkan draft Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Wajib Belajar Sembilan Tahun. Pasal 13 (1) RPP Wajib Belajar menyatakan: Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menjamin pendanaan penyelenggaraan wajib belajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Namun demikian, komitmen ini tidak sepenuhnya ditanggung sendiri oleh pemerintah. Pemerintah ingin melimpahkan tanggung jawab pendidikan wajib sembilan tahun ini ke pundak masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam ayat-ayat RPP selanjutnya. Ayat (4) berbunyi: Pemerintah dan pemerintah daerah membantu pembiayaan penyelenggaraan program wajib belajar yang diselenggarakan masyarakat. Kata ”membantu” dalam ayat (4) mencerminkan melemahnya tanggung jawab pemerintah. Kata membantu dengan sendirinya tak lagi memosisikan pemerintah sebagai pemeran utama dalam pembiayaan wajib belajar.

Melemahnya komitmen pemerintah ini semakin tampak dalam ayat (7): Pendanaan wajib belajar dapat beasal dari masyarakat atau sumbangan lain yang tidak mengikat. Jelas ayat ini dinilai menggiring masyarakat untuk mengambil alih tanggung jawab pemerintah dalam membiayai wajib belajar.

UU Sisdiknas no 20/ 2003 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Megawati, pada pasal 46(1), menyatakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Dengan rumusan UU ini artinya pemerintah telah membalikkan logika awal yang dibangun oleh UUD bahwa pemerintah adalah pihak utama yang bertanggungjawab memberikan pendidikan berkualitas. UU Sisdiknas telah membuat logika baru bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab negara namun juga masyarakat. Lebih jauh logika ini menjadi pemerintah bertanggung jawab separuh, masyarakat bertanggung jawab separuh.
Sampai saat ini arti ”masyarakat bertanggung jawab separuh ” adalah ditanggung oleh orangtua siswa. Akibatnya sekolah memungut berbagai iuran dan sumbangan kepada orangtua siswa. Pendidikan menjadi mahal dan hanya menyentuh kelompok masyarakat menengah ke atas.
Anak-anak dari kelompok masyarakat miskin tak mampu membiayai sekolah. Atau mengalami problem psikologis dan sosiologis karena tuntutan biaya sekolah. Bunuh diri anak sekolah bukanlah menjadi perkara langka lagi.
Hal ini dapat diidentifikasikan sebuah gambaran betapa mengenaskan situasi pendidikan di Indonesia. Beban biaya yang ditanggung orang tua miskin dalam menyekolahkan anaknya sangat berat. Sang anak akhirnya mengalami persoalan psikologis dalam kaitan hubungan sosialnya di sekolah. Untuk itu cara yang dipakai pemerintah saat ini, membebankan pembiayaan pendidikan kepada orang tua siswa, tidaklah tepat.
E. Kontroversi Dana Kompensasi BBM Untuk Pendidikan
BBM harus dicabut karena lebih banyak dinikmati oleh orang kaya. Akan lebih baik apabila subsidi ini dikurangi dan uang subsidi dikompensasikan bagi kepentingan rakyat miskin, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk membuktikan konsistensi logika ini akhirnya pemerintah mengusulkan program penyaluran dana kompensasi BBM untuk pendidikan.

Dengan dana kompensasi BBM sebagaimana disebut sebelumnya, pemerintah hanya mampu menanggung sebagian kecil kebutuhan siswa saja. Pasalnya sekolah penerima biaya operasional hanya mampu menggratiskan antara lain formulir pendaftaran, buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan, biaya pemeliharaan, ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan ulangan umum harian. Ini hanyalah kebutuhan pokok siswa. Hal ini dijadikan suatu koreksi bagi pemerintah bahwa pengalihan kompensasi dana BBM belum tentu menjamin kesejahteraan bagi kalangan ekonomi bawah untuk mengenyam pendidikan. Karena harus ada kebutuhan pendidikan lain untuk dapat terpenuhi. Dengan mendirikan sekolah gratis, belum tentu untuk mencukupi suatu kebutuhan para siswa untuk mendapatkan fasilitas dan pendidikan yang layak. Akan lebih tepat untuk menyalurkan beasiswa pendidikan bagi siswa yang kurang mampu untuk membayar biaya pendidikan. Hal tersebut akan lebih efektif untuk dilakukan.
F. Manfaat Penyaluran Beasiswa bagi Masyarakat
Beasiswa digunakan untuk memotivasi peserta didik agar berprestasi. Jadi dengan adanya beasiswa baik siswa dari keluarga kaya maupun miskin dapat bersaing untuk mendapatkan prestasi yang baik. Hal tersebut tidak akan menimbulkan suatu kesenjangan untuk membedakan siswa dari latar belakang kaya maupun miskin. Dibandingkan dengan rencana pemerintah yang akan mendirikan sekolah gratis yang justru akan memojokkan siswa dari keluarga yang berekonomi rendah. Hal ini juga dapat memotivasi bahwa siswa dari keluarga yang berekonomi rendah dapat memperoleh pendidikan yang layak, seperti halnya siswa yang lain. Hal tersebut dapat memberikan peluang bagi siswa untuk meraih prestasi baik dengan tidak memandang ekonomi seseorang. Salah satu contoh beasiswa yang ada adalah beasiswa BKM, beasiswa prestasi, BOS, dan lain sebagainya.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa pokok permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa penanganan pedidikan di Indonesia belum dilakukan pemerintah secara maksimal, terutama tentang standar pembiayaan. Pada saat ini biaya pendidikan masih sangat tinggi, sehingga banyak anak-anak sekolah yang tidak melanjutkan sekolahnya. Terutama bagi keluarga yang berekonomi rendah. Meskipun telah banyak bantuan yang disalurkan pemerintah seperti beasiswa, dana bantuan (BOS), Pengurangan subsidi BBM untuk pendidikan, dan lain-lain. Namun belum menutup kemungkinan bahwa biaya pendidikan akan terjangkau.
Untuk memudahkan dalam melanjutkan suatu pendidikan, pemerintah membuka dua jalur pendidikan untuk mengurangi keterbatasan anggaran pendidikan. Sekolah formal mandiri merupakan jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang mampu baik secara akademik maupun finansial, dan memandang pendidikan sebagai investasi untuk masa depan. Sementara sekolah formal standar adalah jalur pendidikan formal yang diperuntukkan bagi warga negara yang kurang mampu baik secara akademik maupun finansial, sekaligus sebagai jaring pengaman bagi mereka yang gagal atau belum berhasil bersaing di jalur formal mandiri.


B. Saran
1. Tingkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia agar lebih dikenal dunia.
2. Sebaiknya biaya pendidikan perlu diturunkan, agar masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah, dapat menikmati pendidikan.
3. Apabila ada kesalahan dalam makalah ini, maka saya memohon kritik dan saran yang membangun.




DAFTAR PUSTAKA

Awaludin, Hamid.2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Sinar Grafika.

Fadjar, A. Malik. 2003.UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. Jakarta : Sinar Grafika.

Prasetya, Teguh Iman. 2008. Institusi Pendidikan dan Pembangunan. http://www.google.com ( 10 Januari 2009 )

Ujiyati, Tatak Prapti. 2005. Reformasi Pendidikan Dasar di Indonesia. http://www.google.com ( 11 Januari 2009 )




Aliran-Aliran Dalam Pendidikan


Pada setiap aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan manusia. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor dominan yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi perkembangan manusia. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai hal itu, maka berikut ini disajikan berbagai aliran klasik dan gerakan-gerakan baru dalam pendidikan.

1. Aliran Klasik di Bagi Menjadi 4 yaitu:

a. Aliran Empirisme

Aliran ini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang raionalis bernama John Locke (1632-1704). Aliran ini bertolak dari Lockean tradition yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari sisi empirikyang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia (Umar Tirtarahardja,2000:194). Secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan oleh aliran ini menyatakan bahwa pwngalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak diakuinya.
Menurut aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan kosong bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis lilin yang tidak dapat ditulis apapun di atasnya. Sehingga pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan keberadaan anak. Pendidikan dikatakan “Maha Kuasa” artinya Pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan nasib anak. John Locke menganjurkan agar pendidikan disekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan rasio dan bukan perasaan. Aliran ini meyakini bahwa dengan memberikan pengalaman melalui didikan tertentu kepada anak, maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Sementara itu pembawaan yang berupa kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir diabaikan sama sekali. Penganut aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang dapat dimanipulasi karena keberadaannya yang pasif.

b. Aliran Nativisme

Menurut Zahara Idris(1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus berarti terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak lahir. Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaanyang berupa bakat. Aliran ini dikenal juga dengan aliran pesimistik karena pandangannya yang menyatakan, bahwa orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik, Begitu pula sebaliknya. Namun demikian aliran ini berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya.

c. Aliran Naturalisme

Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme (Umar Tirtarahardja, 2000:197).Lahirnya aliran ini dipelopori oleh J.J Rousseau, yang mengamati pendidikan. Ditulis dalam bukunya yang berjudul “Emile” menyatakan bahwa anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan hanya memiliki kewajiban memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada alam. Oleh karena itu ciri utama aliran ini adalah bahwa dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar penbawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik.

d. Aliran Konvergensi

Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakni empirisme dan nativisme tidak lagi banyak memiliki pengikut. Inti ajaran konvergensi adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Sehubungan dengan hal itu teori. Konvergensi yang dikemukakan William Stern berpendapat bahwa:
Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dilaksanakan, dalam arti dijadikan penolong kepada anak untuk mengembangkan potensi.
Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi dipandang lebih realistis, sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan.

2. Gerakan-Gerakan Baru dalam Pedidikan dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Pembelajaran Alam Sekitar

Dasar pemikiran yang terkandung di dalam pengajaran alam sekitar adalah peserta didik akan mendapat kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Penjelajahan seseorang dalam menemukan hal-hal baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi menjadikan program pendidikan alam sekitar dipandang sangat penting. Melalui penjelajahan yang dilakukan, maka sekarang peserta didik, akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar, belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu senggangnya. Pendidikan alam sekitar ini mudah dilaksanakan di segala jenjang pendidikan. Konsekuensinya, dalam persiapan perlu dipikirkan tentang biaya ketika akan diadakan penjelajahan seperti halnya biaya transportasi, biaya hidup selama penjelajahan, penginapan dan sebagainya.

b. Pengajaran Pusat Perhatian (Centres D’interet)

Penemuan adalah Ovide Decroly (1871-1923), seorang dokter perancis mendirikan yayasan untuk anak-anak abnormal yang bertempat dirumahnya pada tahun1901. pada tahun1907 metodenya diterapkan pada anak-anak normal. Pengajaran disusun menurut pusat perhatian anak, yang dinamai centres d’interet. Decroly mencari dan menyelidiki naluri anak dalam pertumbuhannya (secara intrinsik). Naluri yang perlu didapatkan adalah naluri untuk mempertahankan diri,untuk makan, bermain dan bekerja, dari meniru. Berangkat dari naluri tersebut selanjutnya disusun pusat perhatian seperti: untuk makan, untuk berlindung, mempertahankan diri terhadap musuh, dan untuk bekerja. Yang menarik pada pendidikan/ pengajaran Decroly yaitu bahwa anak selalu bekerja sendiri tanpa ditolong dan dilayani.

c. Sekolah Kerja

George Kerschensteiner (1854-1932) menulis karangan tentang arbeitsshule. Ia seorang guru ilmu pasti yang diangkat sebagai inspektur di Munchen. Pada tahun 1898 ia mengembangkan cita-cita pendidikan, bagi kerschensteiner, tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah mengabdi kepada negara. Berhubungan dengan itu kewajiban sekolah yang terpenting ialah menyiapkan peserta didik untuk sesuatu pekerjaan. Jadi yang menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap masa mendatang. Melalui bekerja, manusia menuju ke lingkungan kebudayaan masyarakatnya. Peserta didik bekerja berkelompok sesuai dengan bagian masing-masing, sehingga menimbulkan tanggung jawab.

d. Pengajaran Proyek

Proyek pengajaran berarti kegiatan, sedangkan belajar mengandung arti kesempatan untuk memilih, merancang, berlatih, memimpin dan sebagainya. Dalam hal ini penting ialah bahwa peserta didik telah aktif memecahkan persoalan, maka wataknya akan terbentuk. Demikian konsep pemikiran WH Kilpatrick di dalam pengajaran proyek.

3. Dua aliran Pokok Pedidikan di Indonesia

a. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, ada salah seorang putera Indonesia yang bernama Raden mas Soewardi Soerjaningrat. Ia gemar menulis dengan menggunakan bahasa Belanda yang halus dan mengandung sindiran terhadap pemerintah Belanda, tulisannya bejudul “Alks ik een Nederlander was” yang artinya Andai saja saya seorang Belanda. Dari tulisannya yang dianggap tajam oleh pemerintah Belanda inilah ia dibuang di Negeri Belanda.
Ketika berada di tempat pembuangan beliau merasa bebas dalam menyatakan pendapat-pendapatnya, sedang di tanah air sendiri yang dikuasai oleh pemerintah penjajah Belanda justru kebebasannya terganggu. Dari kecintaannya terhadap pendidikan yang sekaligus merupakan perwujudan dari cita-citanya, maka pacta tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah suatu taman kanak-kanak yang diberi nama Taman Indriya. Kemudian berkembang lagi dan semakin luas hingga seluruh lembaganya diberi nama perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
Pada jaman penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap “noncooperative” dan menolak pemberian subsidi. Di dalam melaksanakan konsep pendidikannya Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut:
Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri. Hendaknya setiap peserta didik dapat berkembang menurut kodrat dan bakatnya,namun mereka dididik dengan sistem among atau tut wuri handayani.
Asas Kebudayaan yang dalam hal ini kebudayaan Indonesia sendiri.
Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran harus diberikan kepada seluruh rakyat.
Asas kekuatan sendiri (berdikari). Dengan demikian segala pembelanjaan ditutup dengan uang pendapatan sendiri.
Asas berhamba kepada anak.

Pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan dua tahun berikutnya berhasil disusun dasar-dasar Taman Siswa yang dikenal dengan Panca Darma. Kelima dasar yang dimaksud adalah:
Kemanusiaan
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk Allah SWT.
Kodrat Hidup
Termasuk Kodrat hidup adalah pembawaan.
Kebangsaan
Tidak boleh bersifat chauvinistic ( menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
Kebudayaan
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam kebudayaannya.
Kemerdekaan Kebebasan

Ki Hajar Dewantara juga menentukan semboyan bagi kaum pendidik, antara lain: ing ngarso sung tulodho, artinya jika pendidik berada di muka dia berkewajiban memberi teladan kepada para peserta didiknya. Ing madya mangun karso artinya: jika di tengah membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik. Tut wuri handayani artinya jika di belakang pendidik mengikuti dan mengarahkan peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

b. Ruang Pedidikan INS di Kayutanam

Sebuah sekolah lain timbul sebagai reaksi terhadap sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda yaitu INS ( Indonesiche Nederlansce School) di kayutanam, yaitu suatu kota kecil di dekat padang panjang Sumatera Barat. Sekolah ini mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir mirip dengan rancangan kerschensteiner dengan arbeitsschulenya.
M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung buat seumur hidupnya pada pemerintah sebagai pegawainya.
Adapun dasar pemikiran INS adalah:
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menentang intelektualisme,aktif, giat dan punya daya cipta serta dinamis.
Memperhatikan bakat dan lingkungan siswa.
Berpikir secara rasional, bukan secara mistik.

Perlu juga diketahui bahwa ruang pedidikan INS terdiri atas empat tingkatan yaitu:
Ruang rendah Sekolah Dasar 7 tahun.
Ruang antara tahun (sambungan ruang rendah). Siswa tamatan HIS atau Schakel tidak langsung dapat diterima pada ruang dewasa, tetapi harus masuk ruang antara lebih dahulu.
Ruang dewasa 4 tahun (sambungan ruang antara atau ruang tengah).

Ruang masyarakat 1 tahun
Pada semua tingkatan ruang, diberikan 50% mata pelajaran umum dan 50% pelajaran kejuruan (Zahara Idris 1984:21). Menurut S Purbakawatja (1970:212) M. Syafei menunjukan sifatnya sebagai pendidik yang secara demokratis ingin memberi kesempatan kepada anak tumbuh dan berkembang menurut garis masing-masing.

Sistem ini tidak mendapat tanggapan yang diharapkan dari daerah lain karena terlalu banyak menuntut pengorbanan dari pendidiknya. Mereka harus berani hidup sangat sederhana dan mungkin dalam kekurangan. Keuntungan dari pendidikannya hanya dirasakan secara perorangan.

KESIMPULAN
Untuk menilai suatu perkembangan terhadap manusia, kita bisa memandang dari segi empirik secara eksternal dan dapat memandang dari bakat yang mereka miliki. Jadi aliran yang lebih cocok untuk dunia pendidikan adalah aliran konvergensi karena aliran ini mengakui bakat, pembawaan dan lingkungan yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga mereka mampu mengembangkan potensinya tanpa suatu halangan apapun. Jadi aliran ini dipandang lebih realistis.Serta dari hal-hal tersebut muncul juga beberapa gerakan-gerakan baru dalam pendidikan seperti yang ada di pembahasan.
 
Copyright 2009 REAL GOOD WITH EDUCATIONAL TECHNOLOGY. All rights reserved.
Free WordPress Themes Presented by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy